Sabtu, 10 Januari 2009

Manusia Kecil

Oleh Anis Matta



-------------------
“Manusia itu bagai rombongan seratus onta, hampir-hampir tak kau temukan ada yang layak diantara mereka untuk jadi penggembala.” (al-hadits)
-------------------
Hari ini saya mengenang hadits itu, ketika seorang Ikhwah menyurati saya dan mengatakan ini: “Saya khawatir bahwa -suatu saat- saya termasuk diantara orang yang disebut Sayyid Quthb: 'Siapa yang hidup bagi dirinya akan hidup sebagai manusia kecil dan mati sebagai manusia kecil.' Tidak! Saya ingin menjadi mereka yang disebut Sayyid Quthb: 'Siapa yang hidup bagi orang lain, hidup sebagal manusla besar dan takkan mati selamanya."

Hari ini saya mengenang hadits itu. Karena hari ini, dan hari-hari selanjutnya, kita akan selalu membutuhkan orang-orang yang 'Sanggup memberontak untuk membebaskan diri dari status quo 'seratus onta. Kehendak yang diejawantah dalam jenak-jenak keseharian kita: saat mana engkau terlepas dari dirimu, melampaui batas-batas kesenangannya, memendam semua ketergantungannya pada bumi, menuju dunia orang lain, wilayah kepentingan duniawi dan ukhrowinya, memberi harga dan arah bagi napak tilas kehidupannya. Sebab hanya dalam jenak-jenak seperti itu kita menemukan makna kebebasan, harga kehendak, dan menyaksikan betapa indah panorama keterlepasan dari penjara kekerdilan jiwa.

Adakah sesuatu yang diwariskan oleh manusla-manusla abadi, ketika mereka meninggalkan dunia manusia, selain dari apa yang dulu pernah diberikannya bagi orang lain? Mungkin benda. Tapi lebih banyak pikiran. Lebih banyak perasaan.

Apakah yang membuat manusla kecil dari keluarga seratus onta, segera tercampak ke tong sampah keterlupaan saat mereka meninggalkan dunia manusia, selain dari kenyataan bahwa dulu ia melupakan orang lain dan menganggap bahwa hidup hanya bagi dirinya?

Hidup bagi orang lain sama seperti menulis nama diri diatas lembar putih ingatan hatinya. Dan hidup bagi diri sendiri sama seperti menulis lagu kematian sebelum waktunya.

Manusia besar itu selalu diliputi oleh suatu kesadaran sakral yang intens, bahwa eksistensi dirinya hanya benar-benar nyata saat mana ia menjadi bagian dari komunitasnya; yaitu komunitas yang terbentuk dari satuan-satuan hati yang berwama sarna, bertujuan sama dan bekerja sama. Individualitas yang lebur utuh dalam komunitas sosialnya, komunitas hatinya, komunitas pikirannya, adalah syarat awal menuju negri keabadian.

Harga kita sebagai indivudu, dengan begitu, ditentukan oleh intensitas keleburan tersebut. Karena yang meng-abadi-kan individu itu bukan dirinya sendiri, melainkan komunitasnya, sekalipun memang komunitas itu bekerja mengabadikannya karena kelayakan individu itu untuk menjadi abadi.

Maka ketika akh yang menyurati saya itu mengungkap tekadnya untuk lebur dalam komunitas hati dan pikirannya, saya mulai percaya bahwa perlahan-lahan generasi Muslim kini mulai belajar meninggalkan dirinya, meninggalkan kekerdilannya, meninggalkan kelayakannya untuk hilang fana, menuju kebesaran, menuju keabadian, menuju dunia orang lain, menuju kenyataan bahwa ia takkan mati selamanya.
-------------

Kamis, 08 Januari 2009

Kematian Hati

(alm) Ust. Rahmat Abdullah


Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

Bangkitlah Negeriku

Aku berdiri menatap ke angkasa
Berharap bisa melihat seberkas cahaya
Namun yang ada hanya kumpulan awan hitam

Dimanakan dapat kutemukan seberkas cahaya itu
Akankah ada cahaya itu..
Akankah aku dapat merasakan hangatnya pancarannya

Ohh Tuhanku....
Pada hari ini aku menundukkan wajahku
Menegadahkan tanganku berharap untuk kemajuan
Ibu pertiwiku
Indonesiaku
Tanah tumpah daraku

Bangkitlah wahai Negeriku
Bentangkan Merah Putihmu
Songsong Indonesia yang lebih Maju

Aku masih berdiri tegap disini
Masih setia membalamu
Hanya doa yang dapat aku panjatkan
Semoga kibarmu dapat diperhitungkan dalam kanca dunia
Amiiinnn.....

BANGKITLAH NEGERIKU, HARAPAN ITU MASIH ADA

Munsyid : Shoutul Harokah

Tatap tegaklah masa depan
Tersenyum lagu kehidupan
Dengan cita dan satu asa
Bersama membangun Indonesia

Pegang teguhlah kebenaran
Buang jauh nafsu angkara
Berkorban dengan jiwa dan raga
untuk tegaknya keadilan

Bangkitlah negeriku
Harapan itu masih ada
Berjuanglah bangsaku
Jalan itu masih terbentang

S'lama matahari bersinar
S'lama kita terus berjuang
S'lama kita satu berpadu
Jayalah negeriku jayalah ...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More